Dalam moment pernikahan tentunya menginginkan dokumentasi yang bagus dan bisa mengesankan untuk mengingat peristiwa yang tidak mungkin terlupakan. Pertama dari sisi yang melangsungkan pernikahan tentunya ingin melihat kembali seperti apa peristiwa itu berlangsung.
Disisi lain, perias juga ingin mengetahui dokumen dari pekerjaanya yang dilakukan dengan tidak mudah. Dari situ peran dokumentasi sangat dominan, yang diharapkan orang lain bisa melihat kembali peristiwa besar itu. Sebuah peristiwa sekali dalam hidup sekaligus peristiwa yang tidak mungkin terulang kembali.
Ada dua versi pendokumentasian dilakukan, yaitu sebuah pose foto gaya bebas dan foto gaya standard. Foto gaya bebas atau yang disebut free style ini yang sedang ngetrend dikalangan anak muda. Bahkan foto selfi atau memoto sendiri dengan berbagai macam pose pun sangat digemari kaum muda.
Nah didalam pandangan seorang perias klasik atau bisa disebut kuna, foto ini sering dianggap tidak menarik dan tidak bernuansa sakral. Itu bisa dimaklumi sejak jaman dahulu pada umumnya pengantin difoto dengan pose kaku. Namun dijaman sekarang model pose kaku itu sudah tidak jaman lagi meskipun masih dibutuhkan untuk dokumentasi yang bernuansa sakral bagi perias.
Foto diatas adalah gambaran dari foto gaya bebas yang pernah penulis ambil dari sebuah pernikahan yang bertempat di Desa Sepang Kecamatan Tulakan. Barangkali ada yang bertanya-nya foto siapa itu.... Saya kasih tau sedikit bocoran, dia adalah anaknya seorang mantan kepala desa padi. Bisa Dipikir sendiri ya...??? Berinisial "W".
Saya tebak... Namanya pasti Wahyu ..
ReplyDeleteHmmmm sudah kuduga..